Zakat badan
yang disebut juga dengan zakat fitrah merupakan ciri khas umat Islam. Ia
disebut zakat fitrah karena diwajibkan atas setiap jiwa. Ibnu Qutaibah
mengatakan: Yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah zakat jiwa yang diambil
dari kata “fitrah” yang merupakan asal kejadian.
Zakat fitrah
menurut pengertian syara’ adalah zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim
dari sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan untuk mensucikan
jiwanya serta menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat pada puasannya
seperti perkataan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.
Nabi Saw
bersabda,
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةَ لِلصَّائِمِ مِنْ الَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةَ
لِلْمَسَاكِيْنَ
Rasulullah Saw mewajibkan zakat
fitrah untuk mensucikan diri orang puasa dari perbuatan sia-sia (al-laghw) dan
perkataan kotor (ar-rafats), sekaligus untuk memberi makan orang-orang miskin.
Menurut pendapat yang masyhur, zakat fitrah
disyariatkan pada bulan Ramadhan tahun 2 H. Adapun hikmah diwajibkan zakat ini
adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan
sia-sia yang mungkin saja ia lakukan selama berpuasa. Selain itu, kewajiban
zakat fitrah ini merealisasikan makna solidaritas, kasih sayang dan berbuat
kebaikan kepada kaum fakir dengan membahagiakan dan menyenangkan hati mereka
sehingga mereka tidak merasakan pahitnya kemiskinan serta mencukupkan mereka
dari kebutuhan meminta-minta pada hari ketika umat Islam bersenang-senang.
Rasulullah Saw bersabda:
أَغْنِمُوْا عَنِ السُؤَالِ فِى ذَلِكَ اليَوْمِ.
Buatlah mereka tidak perlu
meminta-minta pada hari itu.
Beliau juga bersabda,
صَوْمُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالأَرْضِ لاَيَرْفَعَ إِلاَّ بِزَكَاَةِ الفِطْرِ
Puasa Ramadhan menggantung antara
langit dan bumi, tidak akan naik kecuali dengan ditunaikannya
zakat fitrah.
Artinya, zakat fitrah merupakan sebab diangkatnya
puasa Ramadhan ke langit atau sebab kesempurnaannya, jika kita berkata bahwa
apa yang diungkapkan dalam hadis itu adalah kinayah (perumpamaan) tentang
tingkatan kesempurnaan pahala puasa tergantung pada zakat fitrah. Hal ini
berlaku bagi orang yang mampu menjadi objek (mukhaththab) perintah
mengeluarkan zakat. Adapun orang yang tidak mampu seperti anak kecil atau
lainnya maka puasanya tidak tergantung pada zakat.
Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf sepakat
bahwa zakat fitrah hukumnya wajib, dan dalil wajibnya zakat ini adalah hadis
yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar
أَنَّ رَسُوْلُ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعَا مِنْ
تَمْرِ أَوْ صَاعَا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِيْنَ.
Bahwa Rasulullah Saw mewajibkan zakat
fitrah dari Ramadhan sebesar satu sha’ kurma, atau sha’ gandum, atas setiap
orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, dari kalangan kaum
muslimin.
Syarat wajib zakat fitrah antara lain:
-
Islam
-
Adanya kelebihan makanan untuk kebutuhan sendiri dan
orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya pada malam hari raya dan
ketika hari raya
-
Mendapati bagian akhir Ramadhan dan bagian awal bulan
Syawal.
Kadar yang wajib bagi setiap individu dalam zakat
fitrah adalah satu sha’ dari
sesuatu yang bisa dimakan oleh penduduk negeri tersebut, baik berupa
biji-bijian (padi dan gandum), kurma, anggur, ataupun lainnya seperti keju dan
susu. Yang menjadi acuan dalam hal ini adalah makanan pokok orang yang
dizakatkan, bukan makanan pokok orang yang menzakati, sebab ia sejak awal sudah
diwajibkan atasnya kemudian ditanggung oleh si pemberi zakat.
Satu sha’
menurut ijma’ setara dengan 4 mud. Atau setara dengan 2,176 kg
(lebih kurang 3,5 liter). Takaran ini berlaku untuk jenis biji-bijian yang
bersih dari campuran atau ulat atau berubah bau, rasa, dan warnanya.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah
adalah delapan kelompok yang berhak menerima zakat mal (harta),
sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah SWT:
$yJ¯RÎ) àM»s%y‰¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% †Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur †Îûur È@‹Î6y™ «!$# Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$#
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan. (QS. At-Taubah (9) : 60)
Disunahkan agar zakat fitrah tersebut dibayarkan oleh orang itu sendiri,
dimulai pada ashnaf yang masih
keluarganya, lalu tetangganya, yang terdekat, kemudian yang lebih dekat,
sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Salman bin Ammar dari
Nabi Saw, beliau bersabda: “Sedekah pada orang miskin adalah sedekah, namun
sedekah pada (orang miskin) yang masih memiliki hubungan keluarga adalah
sedekah dan silaturrahim.”
2.
Zakat Mal
Hadits Nabi
Saw,
حَدِيْثُ أبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِيمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلاَ فِيمَا
دُوْنَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ وَلاَ فِيمََا دُونَ خَمْسِ أوَاقٍ صَدَقَةٌ ﴿ متفق عليه ﴾
Diriwayatkan
dari Abi Sa’id Al-Khudri r.a, dia telah berkata: Nabi SAW telah bersabda:
“Hasil bumi yang kurang dari lima wasaq (gantang), tidak diwajibkan zakat. Unta
yang kurang dari lima ekor, tidak diwajibkan zakat. Perak yang kurang dari lima uqiah (satu uqiah
adalah sama dengan empat puluh dirham perak), tidak diwajibkan zakat. (Muttafaq ‘Alaih)
عَنِ ابْنِ عَبَاسٍ
قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبِ وَ الْفِضَّةَ كَبُرَ
ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ فَقَالَ عُمَرُ اَنَا اُفَرِّجُ عَنْكُمْ
فَانْطَلَقَ فَقَالَ يَابِيَ اللهِ اَنَّهُ كَبِرَ عَلَى اَصْحَابِكَ هَذِهِ
الأَيَةِ فَقَالَ إِنَّ اللهَ لَمْ يَفْرِضِ الزَّكوةَ اِلاَّ لِيُصَيِّبَا مَا
بَقِيَ مِنْ اَمْوَالَكُمْ وَاِنَّمَا فَرَضَ الْمُوَازِيْثَ وَذَكَرَ كَلِمَةً
لِتَكُوْنَ لِمَنْ بَعْدَكُمْ. ( رواه ابوداود و كذا الشكوة )
Ibnu Abbas ra. berkata, “Ketika
ayat, dan mereka yang menimbun emas dan perak diwahyukan , kaum muslimin merasa
sangat susah.maka Umar ra. berkata, “Aku akan mencari jalan keluar bagi
kalian.” Iapun pergi dan berkata kepada Nabi saw, “Wahai Nabiyullah,
sesungguhnya ayat ini terasa berat bagi sahabatmu.” Nabi Saw. bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat kecuali untuk menyucikan harta yang
tersisa padamu, sesungguhnya mewajib waris agar kamu dijaga oleh orang-orang
setelahmu.(HR.
Abu Daud)
Dalam hadits
ini dapat kita ketahui dengan jelas bahwa semua penimbunan harta, betapapun
sangat diperlukannya, menyebabkan adzab yang keras di akhirat, sehingga hal ini
sangat mengejutkan para sahabat. Karena kadang kala, menyimpan uang itu sangat
diperlukan untuk menghilangkan kegelisahan mereka.
Zakat diwajibkan atas harta yang telah tersimpan
selama setahun penuh. Jika menyimpan itu tidak diperbolehkan dalam suatu
keadaan, maka tidak perlu adanya perintah zakat. Dengan demikian hadits
tersebut menunjukkan salah satu manfaat zakat. Selain mendapatkan pahala, zakat
juga menyucikan harta yang tertinggal.
3.
Semua Amal Kebaikan adalah Sedekah
Hadits Nabi
Muhammad Saw,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
مَرْفُوْعًا فِى حَدِيْثٍ لَفْظُهُ كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ وَالدَّالُّ عَلَى
الخَيْرِ كَفَاعِلِه وَاللهُ يُحِبُّ اِغَاثَةَ الَّهْفَانِ. ( كذا فى المقاصد الحسنه
ولبط فى تخريجه وطرفه وذكر السيوطى فى الجامع الصغير حديث الدال على الخير كفاعليه
من رواية ابن مسعود وابى مسعود وسهل بن سعد وبريده وانس )
Dari Ibnu Abbas ra., secara marfu’
Nabi Saw. bersabda bahwa setiap kebaikan adalah sedekah. Dan pahala bagi yang
menunjukkan atas kebaikan seperti yang mengerjakannya. Dan Allah menyukai
terhadap orang yang tertimpa musibah.” (Maqashidul Hasanah).
Hadits
ini mengandung tiga perkara, pertama setiap kebaikan adalah sedekah.
Maksudnya, yang dapat disedekahkan itu bukan harta saja, tetapi apapun kebaikan
dapat menjadi sedekah. Segala kebaikan yang dilakukan kepada orang lain, dari
segi pahalanya akan digolongkan seperti sedekah. Kedua barangsiapa
menganjurkan (menunjukkan jalan, kepada) orang lain dalam kebaikan, maka ia
akan mendapatkan pahala yang seimbang dengan orang yang mengamalkannya.
Hal
yang lebih menakjubkan pikiran dan perhatian kita adalah, jika seseorang dapat
menunaikan semua ibadah tersebut, maka ia hanya mendapatkan pahala sekali.
Sedangkan jika seseorang menganjurkan seratus orang lainnya mengerjakan semua
itu, maka ia akan mendapatkan seratus kalilipat pahalanya. Jika ia mengajak
kepada seribu orang, maka pahalanya pun seribu kali lipat. Dengan demikian,
berapa banyak orang ang ia ajak, pahalanya akan diperoleh menurut jumlah yang
diajaknya. Dan yang istimewa lagi ialah, jika setelah ia mengajak banyak orang
ke arah kebaikan, lalu meninggal dunia, maka pahala amal dari orang-orang yang
diajaknya itu masih terus diperolehnya.
Ketiga, membantu orang yang mendapat musibah adalah sangat
disukai Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah Ta’ala tidak
mengasihi orang yang tidak berkasih sayang terhadap manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar