1.
Haram
Duduk Berdua (Berkhilwat) dengan perempuan bukan muhram.
Uqbah ibn Amir ra. Menerangkan:
أَنَّ
رَسُولُ اللهِ عليه وسلّم قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالدُّخوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ.
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يارسُولَ اللهِ ! أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قال: الْحَمْوُالْمَوْتُ.
“Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda:
janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar
berkata: ya Rasulullah terangkan
padaku bagaimana hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab;
ipar itu adalah kematian (kebinasaan).”(al bukhari 67:111: muslim 39:8: Al
lu’lu-u wal marjan 3;69-70)
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke
kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi pengertian, bahwa kita dilarang
duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa
mahramnya.
Ahli hadis tidak ada yang mengetahui
nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul tentang hukum kerabat-kerabat si
suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk ke tempat istri si suami itu.
Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud dengan Hamwu disini, ialah
kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak saudaranya dan
kerabat-kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di ceraikan atau
meninggal.
Yang tidak masuk ke dalam kerabat
disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka di anggap mahram.[4]
Nabi menerangkan bahwa
kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan menjumpai kematian,
karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang membawa pada
kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si suami
menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah
timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang
dilakukan oleh yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk
kedalam bilik-bilik si perempuan dengan tidak menimbulkan prasangka tang
tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari masuk ke dalam bilik orang lain.
Dikarenakan jika kita berada dalam
satu bilik dengan seorang perempuan yang bukan mahram. Dikhawatirkan kita akan
terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang bergerak mengikutinya
meskipun hanya selangkah. Ia akan terpaksa untuk mengikuti langkah itu dengan
langkah berikutnya.
Dalam al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwyatkan berkata: “waspadalah
hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada musuh yang
lebih berbahaya bagi manusia selain kaetundukan pada hawa nafsu dan perkataan
lidahnya.”[5]
2.
Haram
melihat perempuan yang Bukan Mahram
عَنْ ابى هريرة رضيى اللهُ عنه النبيّ
ص م قال،كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكُ
لَامَحَالَةّ، الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظْر، ولأدنان زنا هما الاستماع
واللسان زناه الكلام ، واليد زنا ها البطشى ، والرجل زنا ها الخطى واقلب يهوى
ويتمنى ويصدق ذلك الفرج اويكذبه. (متفق عليه وهذا لفظ مسلم ورواايه البخارمحصرة)
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi
SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian
zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina
kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara. Zina tangan adalah
memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina hati adalah bernafsu dan
berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidk dibuktikan oleh
kemaluan.(HR. Bukhari Muslim)[6]
Dalam Hadits tersebut mengandung
arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota tubuh , tetapi semuanya
tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan lewat anggota tubuh
lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya hasrat dari pandangan
mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap hal-hal yang memancing
nafsu birahi , kemudian lisannya bicara yang tidak baik misalnya menggunjing
orang lain, berdusta dan berbicara yang tidak menjurus perbuatan yang
menimbulkan hasrat dengan lawan jenis.
3.
Wanita
boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya
حَدِيْثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عنهُمَا قَلَتْ: خَرَجَتْ سَوْدَةُ بَعُدَ مَاضُرِبَ الحِجَابُ، لِحَاجَتِهَا،
وَكَانَتِ امْرَأَةً جَسِيْمَةً لاَتَخْفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا، فَرَأَهَا عُمَرَبْنُ
الخَطَّابِ، فَقَالَ : يَا سَوْدَةُ ! أَمَا وَاللهِ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا،
فَنْظُرِيْ كَيْفَ تَخْرَجِيْنَ. قَالَتْ : فَا نْكَفَأَتْ رَاجِعَةً وَرَسُوْلُ
اللهِ ! إِنِّى خَرَجَتُ لِبَعضِ حَجَتِى، فَقَا لَ لِى عُمَرُ كَذَا وَكَذّا :
قَالَتْ فَأَوْحَى اللهُ إِلَيْهِ شُمَّ رُفِعَ عَنْهُ وَإِنَّ العَرْقَ فِى
يَدِهِ مَا وضَعَهُ فَقَالَ (إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُنَّ أنْ تَخْرُجْنَ لِحَا
جَتِكُنَّ).
Aisah r.a. berkata: pada suatu hari
saudah binti Zam’ah r.a. keluar dari rumah untuk suatu keperluan dan ia wanita
yang gemuk besar, hampir semua orang mengenalnya, maka dilihat oleh Umar bin Al
Khattab dan menegurnya: “ya Saudah, demi Allah engkau tidak samar terhadap
kami, karena itu hendaknya engkau perhatikan ketika keluar rumah: Saudah
mendengar teguran itu segeralah ia kembali, sedang Rasulullah SAW. Ketika itu
sedang makan dirumahku dan ditangan Nabi SAW. Maka Saudah masuk dan berkata: ya
Rasulallah, aku keluar untuk suatu hajat tiba-tiba Umar menegur begini
kepadaku. Tiba-tiba turunlah wahyu sedang daging masih tetap ditangan nabi SAW.
Lalu bersabda: “sungguh telah di izinkan bagi kalian keluar untuk hajatmu”.
(HR. Bukhari Muslim).[7]
Dari kutipan hadits di atas dapat diketahui bahwa pada hakekatnya
wanita diperkenankan keluar rumah walaupun awalnya sahabat Umar melarang
perbuatan tersebut.
4.
Hadits tentang memandang wanita
مَامِنْ
مُسْلِمٍ يَنْظُرُإِلَى إمْرَأةٍ أَوَّلَ نَظْرَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إلاَّ
أحْدَثَ الله لَهَ عِبَادَةً يَجِدُ حَلاَوَتَهَا
“tidaklah seorang
muslim yang memandang seorang wanita dalam pandangan pertamanya. Kemudian ia
palingkan pandangannya kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan
dirasakan kemanisannya.”
“Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah
iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah
akan menganugrahkan kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.”[8]
Islam mengajarkan kita agar selalu
menjaga mata kita agar tidak melakukan zina mata. Jikalau ada satu kenikmatan,
maka yang pertama itu ibadah dan selanjutnya itu perangkap syaithan. Karena
itulah jauhi dalam memandang wanita secara terus-menerus, karena bisa jadi,
yang pertama itu merupakan nikmat Allah dan pandangan yang kedua itu panah
iblis.
5.
Boleh memboncengkan perempuan yang
bukan mahram apabila keletihan di jalan.
تَزَوَّجَنِي
الزُّبَيْرُوَمَالَهُ فِى الاَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلاَ مَمْلُوْكٍ وَلاَ شَيئٍ
غَيْرِنَا ضِحٍ وَغَيْرِفَرَسِهِ، فَكُنْتُ أَعْلِفَ فَرَسَهُ، وَسْتَقِى المَاءَ
وَأَخْرِزُغَربَهُ، وَأَعْجِنُ، وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَجْبِزُ وَكَانَ يَحْبِزُجَارَاتٌ
لِى مِنَ لأنْصَارِوَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ، وَكُنْتُ أنْقُلُ النَّوَى مِنْ أرْضِ
الزُّبَيْرِ الّتِى أقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ ؤ عَلَى رَأْسِى وَهىَ مِنِّى عَلَى
ثُلثَى فَرْسَخٍ. فَجِئْتُ يَوْماً وَالنَوَى عَلَى رَأْسِي، فَلَقِيْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله
عليه وسلم، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الاَنْصَارِ فَدَعَانِى، ثُمَّ قَالَ : (إخٌ إخٌ)
لِيَحْمِلَنِى خَلْفَهُ، فَاسْتَحْيَيْتُ أنْ أسِيْرَ مع الرِّجَالِ، وَذَكَرْتُ
الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ، وَكان أغْيَرُ النًّاسِ ، فَاَعْرَفَ رَسُوْلَ الله صلى
الله عليه وسلم اَنِّى أَسْتَحْيَيْتُ، فَمَضَى، فَجِئْتُ الزّبيْرَ، فَقُلْتُ
رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم عَلَى
رَأْسِى النَوَى ، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أصْحَابِه،فَأ ناخَ لِأَرْكَبَ
فَاسْتَحْيَيْتُ منهُ، وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ. فَقُالَ: واللهِ ! لَحَمْلُكِ لنَوى
كَانَ أشَدَّعلى رَكَوبك معه. قالت: حّتَّى اُ رْسِلَ الى ابوبكرٍ، بعد ذلك
بِخَادَم تَكْفِنِى سِيَا سَةً الفُرَسِ فكأنَّمَا أعتَقَنِى.
“Azzubair mengawini aku dan ia tidak
mempunyai harta di muka bumi ini. Tidak mempunyai budak dan tidak mempunyai apa-apa selain dari seekor unta yang
dipergunakan untuk mengangkut air dan selain kudanya. Aku selalu memberi
memberi makan kudanya, menimba air, membetulkan timbanya dan merema tepung.
Sedang aku tidak pandai membuat roti. Tetangga-tetanggaku dari golongan Anshar
membuat roti untukku. Mereka adalah perempuan-perempuan yang benar dan aku
mengangkut dengan kepala aku atah-antah biji kurma dari kebun Azzubair dan
diberikan Rasulullah kepanya. Tanah itu jaraknya dari rimahku kira-kira 2,3 farsah
(1,2 mil).
Maka pada suatu hari aku datang
sedang biji anak kurma di atas kepalaku. Lalu aku menjumpai Rasulullah,
bersamanya ada beberapa orang Anshar. Maka Rasulullah memanggil aku dan
berkata;ikh, ikh. Beliau menidurkan untanya untuk dapat membawaku
dibelakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama-sama orang laki-laki. Dan aku ingat tentang
kecemburuan Azzubair. Dia orang yang paling cemburuan. Rasulullah menjumpai aku
sedang anak kurma ada di atas kepalaku. Dan bersama-sama Nabi SAW ada beberapa sahabatnya
lalu Nabi menidurkan untanya supaya aku menungganginya, tetapi aku malu kepada
Nabi dan aku mengetahui kecemburuan kecemburuan anda. Maka Azzubair berkata :
demi Allah aku memikul atau membawa biji kurma adalah lebih keras teknanannya
atas diriku daripada engkau menunggangi unta bersamanya. Asma’ berkata :
kemudian Abu Bakar mengirim kepadaku seorang pelayan yang menggantiku dalam
pemeliharaan kuda itu. Karenanya seolah-olah Abu Bakar telah memerdekakan aku.”
(Al Bukhari 67:107. Muslim 39 : 14, Al lu’lu-u wal Marjan 3: 73-74)
Menurut hadits ini adalah hendaknya
ada kerjasama antara suami dan istri dalam membina rumah tangga. Dan hadist ini
menyatakan pula kebolehan kepada Negara memberikan tanah Negara kepada sebagian rakyatnya. Dan tanak itu tidak dapat
dimiliki oleh seseorang, kalau tidak diberikan oleh kepala Negara(pemerintah).
Dan pemerintah boleh mencabut kembali dan mengalihkan hak milik tanah kepada
orang itu menurut kemaslahatan. Dan pemerintah boleh juga memberi tanah itu
sekedar di ambil manfaatnya saja, bukan dengan memberi hak milik atas tanah
itu. Demikianlah hukunnya terhadap tanah yang dimiliki oleh Negara. Adapun
tanah yang pernah diolah maka dapat dikerjakan oleh seorang tanpa izin
pemerintah menurut pendapat malik, Asyafi’i dan jumhur. Menurut Abu Hanifah,
harus juga dengan mendapat izin pemerintah lebih dulu.
Hadits ini menyatakan kebolehan kita
memboncengkan seorang perempuan yang telah kepayahan di jalan. Di samping itu
menyatakan pula tentang kerendahan hati Nabi terhadap umatnya. Beliau tidak keberatan memboncengkan Asma’.
Kebolehan kita memboncengkan
perempuan yang bukan mahram adalah apabila kita menjumpai di suatu tempat di
jalan, sedang dia tidak sanggup berjalan lagi khususnya apabila kita
bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi ada yang mengatakan sebagai Al
Qadhi Iyadh, bahwa membonceng perempuan yang bukan muhrim adalah dari
khususiyah Nabi SAW. Tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Nabi Memboncengkan
Asma’ itu adalah seorang anak perempuan dari Abu Bakar, saudara dari Aisyah dan
istri dari Azzubair. Maka dapat dipandang sebagai salah
seorang keluarganya. Lebih-lebih lagi Rasulullah adalah orang yang sangat kuat
menahan Nafsunya.”
IV.
KESIMPULAN
Pergaulan
yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang
tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak
mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Islam
sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan
pergaulan antara lawan jenis, diantaranya:
·
Haram
Duduk Berdua (Berkhilwat) dengan perempuan bukan muhram.
·
Haram
melihat perempuan yang Bukan Mahram
·
Wanita
boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya
·
Hadits tentang memandang wanita
·
Boleh memboncengkan perempuan yang
bukan mahram apabila keletihan di jalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar