عَنْ
عُمَرَرَضِيَ ا للهُ عَنْهُ قَا لَ: حَمَلْتُ عَلَى فَرَسٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ,
فَأَ ضَا عَهُ الَّذِي كَانَ عِنْدَهُ, فَآَرَدْتُ آَنْ آَشْتَرِيَهُ, فَظَنَنْتُ
آَنَّهُ يَبِيْعُهُ بِرُخْصٍ, فَسَآَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِوَسَلّمَ
فَقَالَ: لاَ تَشْتَرِهِ وَلاَ تَعُدْ فِى صَدَقَتِكَ وَآِنْ آَعْطَا كَهُ
بِدِرْهُمْ فَإِ نَّ الْعَائِدَ فِي هِبَتِهِ كَا الْعَا ئِدِ فِي قَيْئِهِ
B.
Terjemah
Secara Global
Dari Umar
Radhiyallahu Anhu, dia berkata, ‘Aku pernah memberikan seekor kuda untuk
digunakan di jalan Allah, namun orang yang kuberi kuda itu menelantarkannya.
Maka aku hendak membelinya dan aku menduga dia akan menjual kuda itu dengan
harga yang murah. Maka aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Maka beliau menjawab, ‘Janganlah engkau membelinya dan jangan engkau tarik
kembali sedekahmu, meskipun dia menyerahkannya dengan harga satu dirham, karena
orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya’.[1]
C.
Arti
Per Kata
Dari :
عَنْ
Umar r.a :
عُمَرَرَضِيَ ا للهُ عَنْهُ
Berkata
: قَا لَ
Aku pernah memberikan
: حَمَلْتُ
Untuk digunakan : عَلَى
Kuda
: فَرَسٍ
Di jalan Allah : فِى
سَبِيْلِ اللهِ
Menelantarkannya : فَأَ
ضَا عَهُ
Orang yang
: الَّذِي
Itu
: كَانَ
Kuberi : عِنْدَهُ
Hendak : فَآَرَدْتُ
Saya membeli
: آَنْ
آَشْتَرِيَهُ
Aku menduga : فَظَنَنْتُ
Dia akan menjual
: آَنَّهُ
يَبِيْعُهُ
Dengan harga murah
: بِرُخْصٍ
Maka aku bertanya
: فَسَآَلْتُ
Nabi SAW
: النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِوَسَلّمَ
Maka beliau menjawab
: فَقَالَ
Janganlah
: لاَ
Engkau membelinya
: تَشْتَرِهِ
Dan janganlah : وَلاَ
Tarik
: تَعُدْ
Kembali
: فِى
Sedekahmu : صَدَقَتِكَ
Meskipun dia menyerahkan : وَآِنْ
آَعْطَا كَهُ
Satu dirham
: بِدِرْهُمْ
Karena : فَإِ
نَّ
Orang yang menarik
: الْعَائِدَ
Kembali
: فِي
Hibahnya
: هِبَتِهِ
Seperti orang yang menjilat : كَا
الْعَا ئِدِ
Kembali : فِي
Muntahannya
: قَيْئِهِ
D.
Hadis
terkait
عَنِ
اِبْنِ عُمَرَ وَا بْنِ عَبَّا سٍ عن النبي قَالَ لاَ يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ
يُعْطِيَ عِطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيْها إِلاَ الْوَلِدَ فِيْمَا يُعْطِيْ
وَلَدَهُ
“Ibnu
‘Umar dan Ibnu ‘Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Tidak halal bagi
seseorang yang telah memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya kembali,
kecuali orang tua yang menarik kembali hibah yang sudah memberikannya.”
عَنْ
اِبْنِ عَبَّا سٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَ نَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْعَا ئِدُ فِي هِبَتِهِ كَا لْعَائِدِفِي قَيْئِهِ
“Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Orang yang
menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.’[2]
وَعَنْ
عَائشة رضي الله عنها قالت : كَنَ رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِبُ عَلَيْهَا. رواه الْبُخاريُّ
Dan diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah Saw. selalu
menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Al-Bukhari)[3]
E.
Makna
Hadis
Umar bin
Khattab membantu seseorang dalam jihad di jalan Allah, dengan memberinya seekor
kuda, agar dia menggunakannya dalam peperangan. Namun ornag itu mrngabaikan dan
tidak mau mengurus kuda itu atau dia tidak pandai mengurusnya, sehingga kuda
itu menjadi lemah. Lalu Umar hendak membelinya dan dia sadar bahwa harga kuda
itu tentu menjadi murah karena kondisinya yang lemah. Tapi dia tidak berani
langsung membelinya sebelum meminta pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam tentang keinginannya itu, karena dia merasa ada yang mengganjal dalam
hatinya, sebab dia termasuk orang yang mendapat ilham.
Maka Rasulullah
shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya untuk membelinya walaupun dengan harga
paling sedikit, karena yang demikian itu keluar dari tujuan untuk Allah.
Janganlah engkau menuruti keinginan hatimu dan janganlah memikirkannya, dan
agar orang yang diberi hibah tidak memberikan penawaran harga kepadamu,
sehingga engkau menarik kembali sebagian sedekahmu. Di samping itu, barang itu
sudah lepas dari dirimu maka barang yang sudah diberikan itu tidak boleh
kembali lagi kepadamu. Karena itulah beliau menyebut pemberiannya sama seperti
manarik kembali sedekahnya.
Kemudian beliau
memberikan contoh agar tidak menarik kembali sedekah yang sudah dikeluarkan,
dengan suatu gambaran yang sangat menjijikkan, yaitu seperti anjing yang
muntah, lalu dia menjilat kembali muntahannya itu. Hal ini untuk menunjukkan
keburukan keadaan dan kehinaannya.
F.
Hikmah
Hadis
Konsekuensi
logis dari hibah adalah berpindahnya hak dari pemberi kepada penerima hibah.
Pada saat objek hibah telah berpindah kepemilikan, sebenarnya pemilik pertama
tidak lagi mempunyai hak terhadap benda tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat
diminta kembali, karena dapat menimbulkan rasa sakit atau kecdewa dari orang
yang diberi hibah.[4]
Hadis tersebut
dinyatakan bahwa tidak boleh mengambil atau membeli kembali sesuatu yang sudah
diberikan kepada orang lain. Selain itu, dinyatakan secara tegas bahwa orang
yang menarik kembali hibah yang telah diberikan sama dengan sama dengan orang
yang manjilat kembali muntahannya. Sesungguhnya muntah itu haram, maka
penganalogian sesuatu dengan muntah sama saja haram. Namun ada yang memahami
bukan haram, tetapi makruh tahrim hukumnya melakukan tindakan penarikan kembali
hibah.
Dilihat dari
pemberi hibah, perbuatan menarik kembali hibah yang sudah diberikan kepada
orang lain merupakan pertanda tidak konsisten dalam melaksanakan komitmen yang
sudah dibuat oleh orang lain, tidak menepati janji dan tidak matang dalam
mengambil suatu keputusan. Bahkan ia dapat termasuk dalam kriteria orang yang
mengingkari janji, yaitu sebagai salah satu indikator munafik. Hungkin inilah
hikmahnya kenapa islam memakruh tahrimkan tindakan tersebut.[5]
Dilihat dari
penerima hibah, secara psikologis tindakan penarikan kembali pemberian yang
sudah diberikan itu sangat menyakitkan dan mengecewakan si penerima hibah.
G.
Kesimpulan
Hadis
1.
Anjuran
memberikan pertolongan dalam jihad fisabilillah. Yang demikian itu
merupakan sedekah yang paling utama, dan Rasulullah Saw. juga menyebutnya
dengan nama sedekah.
2.
Umar
bin Khattab menyedekahkan seekor kuda kepada seorang mujahid dan tidak
menjadikannya sebagai wakaf bagi dirinya atau sebagai wakaf fi sabilillah
untuk jihad. Sekiranya tidak, tentunya orang tersebut tidak boleh menjualnya.
Yang dimaksudkan humlun ialah pemberian sesuatu untuk dimiliki dan bukan
pemberian untuk dijadikan wakaf.
3.
Larangan
membeli kembali sedekah karena ia dikeluarkan bagi Allah, sehingga tidak
selayaknya jika tetap dipikirkan. Membelinya kembali merupakan bukti bahwa hati
orang yang bersedekah masih memikirkannya. Penjual juga tidak boleh menawarkan
kepada orang yang bersedekah, agar sedekah itu tidak kembali lagi kepada dirinya.
4.
Diharamkan
menarik kembali sedekah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
5.
Menghindari
perbuatan tersebut, ynag diumpamakan dengan suatu gambaran yang hina dan
menjijikkan.
6.
Jumhur
ulama mengecualikan pengharaman kembali bagi hibahnya orang tua terhadap anak
karena orang tua dapat menarik hibahnya, sebagai pengamalan terhadap riwayat
Ahmad dan Ashhabus-Sunan, dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw.,
beliau bersabda, “Tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk memberikan
suatu pemberian kemudian dia menari kembali pemberian itu kecuali pemberian
orang tua kepada anaknya.” Dishahihkan At-Tirmidzi dan Al-Hakim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar